Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, bahwa pihaknya bersama dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah menyepakati untuk tidak lagi mengizinkan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel yang menghasilkan Nikel Pig Iron (NPI) dengan jenis Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF).
Menteri Arifin menegaskan, meskipun aturannya belum ada namun kesepakatan itu sudah dibuat bersama dengan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Alasan moratorium smelter nikel RKEF tersebut dilakukan lantaran smelter nikel jenis RKEF sudah banyak dibangun di Indonesia, karena itu nilai jualnya menjadi ketat.
“Saya sama Pak Agus (Menteri Perindustrian) sudah sepakat bahwa produk-produk yang terbanyak produksinya dan nilai jualnya sudah sangat ketat persaingannya, kita nggak mau lagi bikin (smelter nikel RKEF), nggak ada izin lagi,” ujar Arifin saat ditemui di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan (BPN), Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024).
Kelak, moratorium itu akan tertuang dalam sebuah aturan. Namun saat ini, ketentuan tersebut masih berupa surat kesepakatan antara dirinya dengan Menteri Perindustrian.
“(Indonesia) harus punya industri smelter yang kasih nilai tambah yang lebih tinggi, karena (kalau tidak bangun smelter yang lebih baik) rugi dong kita,” tambahnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM mencatat, bahwa cadangan nikel Indonesia kian menipis dan bisa habis dalam kurun waktu 6-11 tahun lagi. menciutnya cadangan nikel di Indonesia sejatinya imbas dari banyaknya pembangunan smelter.
Tercatat, untuk nikel melalui proses pirometalurgi atau yang memproses nikel kadar tinggi terdapat sebanyak 44 smelter. Sedangkan untuk nikel yang melalui proses hidrometalurgi yang memproses nikel kadar rendah sebanyak 3 smelter.
Dengan smelter yang ada, konsumsi bijih nikelnya untuk pirometalurgi dengan kadar tinggi, yaitu saprolite, adalah sebesar 210 juta ton per tahun. Dan untuk hidrometalurgi yang menghasilkan bahan baku komponen baterai, memerlukan bijih nikel kadar rendah, yaitu limonite, sebesar 23,5 juta ton per tahun.
Saat ini masih terdapat smelter nikel dalam tahap konstruksi, di antaranya untuk proses pirometalurgi terdapat sebanyak 25 smelter dan smelter nikel melalui proses hidrometalurgi terdapat 6 smelter dalam tahap konstruksi.
Bahkan, masih ada rencana pembangunan smelter pirometalurgi sebanyak 28 smelter dan untuk smelter dengan proses hidrometalurgi sedang dalam tahap perencanaan sebanyak 10 smelter.
Secara keseluruhan cadangan nikel baik jenis saprolite dan limonite kira-kira tersisa 5,2 miliar ton. Sementara dengan konsumsi yang seperti disampaikan atau mencapai sekitar 210 juta ton saprolite dan 23,5 juta ton limonite, maka umurnya hanya tersisa 6-11 tahun lagi.