Situasi di Myanmar kian memanas. Sejak akhir Juni 2024, pertempuran baru pecah di wilayah Mandalay dan Negara Bagian Shan utara, membuat ribuan orang meninggalkan wilayah tersebut.
Data PBB menyebut sekitar 41.000 orang telah meninggalkan rumah mereka sejak pertempuran baru pecah di wilayah Myanmar tersebut. Sebanyak 3 juta orang juga dipaksa meninggalkan rumah mereka di Myanmar, sebagian besar sejak kudeta militer 2021.
Data yang dikumpulkan oleh Tai Student Union (TSU), sebuah kelompok kemanusiaan berbasis masyarakat, menunjukkan bahwa jumlah pengungsi akibat pertempuran baru-baru ini di Negara Bagian Shan utara dan wilayah Mandalay mungkin mendekati 100.000 orang. TSU juga menemukan bahwa 141 warga sipil tewas dan 100 lainnya terluka dari 15 Juni hingga 18 Juli.
Laporan Al Jazeera yang dikutip Kamis (1/8/2024) menyebut pertempuran terbaru menandai fase kedua dari serangan yang lebih luas terhadap militer, yang dikenal sebagai Operasi 1027, yang dimulai Oktober 2023 lalu.
Pada tahap pertama, aliansi organisasi etnis bersenjata merebut wilayah strategis di sepanjang perbatasan timur Negara Bagian Shan dengan China, dalam salah satu kemajuan paling dramatis bagi kelompok yang menentang militer sejak kudeta.
Kini, pasukan perlawanan berjuang untuk menguasai wilayah yang membentang sejauh 280 kilometer (174 mil) dari Mandalay hingga kota Lashio, yang berfungsi sebagai pusat Komando Daerah Timur Laut milik militer.
Sejauh ini, pasukan yang dipimpin oleh Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA), Tentara Aliansi Demokrasi Nasional Myanmar (MNDAA), dan Pasukan Pertahanan Rakyat Mandalay (PDF) telah mengklaim kendali atas kota Mogok, yang dikenal dengan tambang rubi yang menguntungkan, dan kota-kota di Negara Bagian Shan utara, Kyaukme dan Nawnghkio, di antara wilayah lainnya.
Pada tanggal 25 Juli, MNDAA mengklaim telah menguasai Lashio; namun perebutan kendali penuh atas kota tersebut, serta kota Kyaukme, tampaknya masih berlangsung.
Menurut Nathan Ruser, analis geospasial di Australian Strategic Policy Institute, Operasi 1027 kini berpotensi membangun jalur kendali perlawanan yang berkelanjutan dari perbatasan China melintasi sungai Ayeyarwady melalui jantung wilayah tengah Myanmar.
Ia mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan koordinasi tingkat lanjut antara organisasi etnis bersenjata dan PDF yang dibentuk setelah kudeta.
Namun ia juga memperingatkan bahwa keberhasilan selanjutnya sangat bergantung pada kemampuan organisasi etnis bersenjata di Negara Bagian Shan utara -beberapa di antaranya yang terkuat di Myanmar- untuk menyelesaikan masalah kekuasaan dan pengaruh di antara mereka sendiri secara damai.
“Saya pikir salah satu pertanyaan terbesar dari operasi ini adalah bagaimana keadaan akan berjalan,” kata Ruser.
Jutaan orang melakukan protes damai beberapa bulan setelah kudeta, tetapi militer menanggapinya dengan kekuatan mematikan, sehingga ini memicu pemberontakan bersenjata.
PDF, yang banyak di antaranya kini beroperasi di bawah Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang terdiri dari anggota parlemen dan aktivis yang digulingkan dan menentang kudeta, bergabung dengan organisasi etnis bersenjata yang ada untuk menantang militer yang dipersenjatai oleh Rusia dan China.
Sejak itu mereka telah mengklaim sebagian besar wilayah pedesaan. Kini, mereka semakin gencar memperjuangkan kendali atas wilayah perkotaan.