Korea Utara (Korut) mengatakan pihaknya berhasil menguji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) Hwasong-19 baru pada Kamis. Presiden Kim Jong Un mengatakan negaranya telah mengamankan status “yang tidak dapat diubah” dalam mengembangkan sarana pengiriman senjata nuklir.
Di bawah bimbingan Kim, menurut laporan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), Korut melakukan uji coba rudal penting yang menjadi tonggak sejarah. Ini, tambah laman itu, akan secara mutlak “melestarikan keunggulan” angkatan bersenjata Korut.
“Uji coba sistem senjata strategis terbaru memperbarui catatan terkini tentang kemampuan rudal strategis DPRK (Republik Rakyat Demokratik Korea) dan menunjukkan modernitas dan kredibilitas pencegah strategis paling kuat di dunia,” kata KCNA, Jumat (1/11/2024).
Lebih lanjut KCNA menggambarkan ICBM terbaru sebagai “sarana ofensif yang sangat kuat”. Bahkan senjata itu dikatakan sebagai versi “terbaik” dari rangkaian rudal jarak jauhnya.
KCNA menyebut pula bagaimana Kim menyatakan kepuasannya atas fakta bahwa uji coba tersebut berhasil. Hal tersebut, menurutnya, membuktikan “posisi hegemonik” yang telah diperoleh Korut “dalam pengembangan dan pembuatan sarana pengiriman nuklir sejenis benar-benar tidak dapat diubah”.
Secara rinci Hwasong-19 bisa menempuh jarak 1.001,2 kilometer (km) dengan ketinggian maksimum 7.687,5 km. Rudal bisa terbang selama 5.156 detik, waktu terbang terlama untuk senjata sejenis di Korut.
Foto-foto pun dimuat KCNA menunjukkan rudal itu ditembakkan dari erektor transporter 11-poros. Putri Kim Jong Un, yang diketahui bernama Ju-ae, juga memeriksa peluncuran rudal tersebut.
Sementara laporan media Korea Selatan (Korsel) Yonhap menyebut militer Seoul telah mendeteksi rudal itu. Hwasong-19 ditembakkan pada sudut tinggi, sekitar pukul 7:10 pagi waktu setempat dari wilayah Pyongyang di Korea Utara.
Militer Korsel kemudian mengatakan rudal itu terbang sekitar 1.000 km sebelum jatuh di Laut Timur. Mereka menilai rudal itu sebagai ICBM berbahan bakar padat baru.
Peluncuran ICBM, yang pertama dalam hampir satu tahun, terjadi beberapa hari sebelum pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada tanggal 5 November. Para pengamat mengatakan provokasi Korut kemungkinan dimaksudkan untuk memamerkan kemampuannya dalam mengirimkan hulu ledak nuklir ke daratan AS dan mengalihkan perhatian dari kecaman baru-baru ini atas penempatan pasukannya ke Rusia.