Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup merosot pada akhir perdagangan Jumat (1/11/2024), di tengah bervariasinya data ekonomi di dalam negeri yang dirilis pada hari ini.
IHSG ditutup merosot 0,91% ke posisi 7.505,26. Meski masih bertahan di level psikologis 7.500, tetapi IHSG makin dekati level psikologis 7.400 karena menjelang akhir perdagangan hari ini koreksinya membesar.
Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitar Rp 10 triliun dengan melibatkan 19,8 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 189 saham terapresiasi, 423 saham terdepresiasi, dan 175 saham stagnan.
Tercatat seluruh sektor bergerak di zona merah pada akhir perdagangan hari ini, dengan sektor transportasi dan konsumer primer menjadi penekan terbesar IHSG yakni mencapai 2,64% dan 2,55%.
Sementara dari sisi saham, emiten bank Himbara raksasa PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan emiten konglomerasi Prajogo Pangestu PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) menjadi penekan terbesar IHSG pada hari ini yakni masing-masing 14,4 dan 7,4 indeks poin.
IHSG merana di perdagangan akhir pekan ini di tengah lesunya kembali aktivitas manufaktur. Namun, inflasi Indonesia pada Oktober lalu cenderung membaik.
Berdasarkan data dari S&P Global hari ini, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur RI pada Oktober lalu kembali kontraksi ke 49,2, tidak berubah dari posisi September lalu. Kontraksi ini memperpanjang masa koreksi manufaktur RI menjadi empat bulan beruntun.
Hal ini menunjukkan bahwa PMI manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi selama empat bulan beruntun yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2).
Kontraksi empat bulan beruntun ini mempertegas fakta jika kondisi manufaktur RI kini sangat buruk.
Terakhir kali Indonesia mencatat kontraksi manufaktur selama empat bulan beruntun adalah pada awal pandemi Covid-19 2020 di mana aktivitas ekonomi memang dipaksa berhenti untuk mengurangi penyebaran virus.
Kontraksi PMI Manufaktur selama empat bulan beruntun pada Juli-Oktober 2024 juga menjadi awal berat bagi Presiden Prabowo Subianto yang baru dilantik pada 20 Oktober.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
S&P menjelaskan manufaktur Indonesia mengalami penurunan marginal dan tidak berubah angkanya karena melemahnya output, pesanan baru, dan tambahan lapangan pekerjaan. Kondisi ini mencerminkan lesunya pasar manufaktur serta tenaga kerja.
“Manufaktur Indonesia terus menunjukkan kinerja yang lesu pada Oktober, dengan produksi, pesanan baru, dan lapangan pekerjaan semuanya mengalami penurunan marginal sejak September,” tutur Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, dalam website resminya.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia mengalami inflasi 0,08% (month-to-month/mtm) pada Oktober 2024. Inflasi ini terjadi setelah IHK tercatat deflasi selama lima bulan beruntun.
Adapun, inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 1,71% dan inflasi kalender (year-to-date/YTD) sebesar 0,82%.
Plt. Kepala BPS, Amalia A. Widyasanti mengungkapkan inflasi Oktober 2024 mengakhiri deflasi selama lima bulan beruntun.
“Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi terbesar perawatan pribadi dan jasa lainnya inflasi 0,94% dan memberi andil inflasi 0,06%,” kata Amalia, Jumat (1/11/2024).
Inflasi ini sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 15 institusi. Konsensus pasar memperkirakan IHK Oktober 2024 mengalami inflasi tipis sebesar 0,03%. Inflasi dipicu oleh kenaikan bahan pangan.