
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk dalam sepekan terakhir. IHSG merosot 5,16% secara point-to-point (ptp) ke level 6.742,58. Kinerja IHSG pada pekan ini jauh lebih buruk dibadingkan dengan pekan lalu yang hanya melemah 0,79%.
Utamanya IHSG melemah pada dua hari terakhir menjelang akhir pekan. Kamis (6/2/2025) IHSG ditutup turun 2,12% dan Jumat (7/2/2025) anjlok 1,93%. Hal ini membuat posisi IHSG terendah sejak 19 Juni 2024.
Bila dilihat dari tren penurunan sepekan, IHSG berada di posisi terburuk sejak 13 Mei 2022, saat IHSG jatuh 8,73% dalam sepekan.
Kondisi IHSG bisa dibilang berbanding terbalik dengan bursa Asia-Pasifik, di mana sebagian besar menguat. Hanya Nikkei dan SET Thailand yang juga anjlok lebih dari 1%, tetapi masih lebih baik bila dibandingkan dengan IHSG.
Adapun kejatuhan IHSG seiring dengan dana asing yang mengalir deras keluar dari pasar modal RI. Sepekan terakhir, asing terpantau mencatatkan penjualan bersih (net sell) Rp 3 triliun di seluruh pasar.
IHSG Pekan Depan
Pada pekan depan, sentimen baik dari dalam maupun luar negeri akan kembali memengaruhi pasar keuangan domestik. Hal ini seiring dengan Amerika Serikat (AS) yang telah memulai perang dagang dengan China.
Sebagaimana diketahui, AS mulanya mengumumkan penetapan tarif impor 10% ke Kanada, Meksiko, dan China. Namun kemudian Presiden AS Donald Trump menangguhkan kebijakan tersebut untuk Meksiko dan Kanada, tapi tidak untuk China.
China kemudian membalas dengan menerapkan tarif 15% untuk impor batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS. Kebijakan ini akan mulai berlaku besok, Senin (10/2/2025).
Dari dalam negeri, berdasarkan data Bank Indonesia terbaru, penjualan ritel di Indonesia tumbuh melambat. Pada November 2024, penjualan ritel di Tanah Air hanya tumbuh sebesar 0,9% yoy, melambat dari kenaikan 1,5% pada bulan sebelumnya. Ini merupakan pertumbuhan terlemah sejak Januari, meskipun tetap mencatat ekspansi selama tujuh bulan berturut-turut dalam perdagangan ritel.
Kondisi tersebut akan menambah tekanan terhadap perbankan di dalam negeri. Sebagai informasi, di tengah IHSG yang memerah, saham perbankan menjadi sorotan. Dalam beberapa waktu terakhir emiten bank memang kerap berada di zona merah dan menjadi pemberat laju IHSG.
Perbankan RI memang tengah mengalami periode yang berat pada 2024 dan diperkirakan masih berlanjut tahun ini. Sejak akhir 2023, bank tidak hanya bersaing satu sama lain dalam memperebutkan likuiditas, tetapi juga dengan pemerintah yang terus menerbitkan obligasi dengan imbal hasil yang lebih menarik bagi nasabah. Alhasil, perbankan berhadapan dengan era biaya dana tinggi.
“Kinerja perbankan kita memburuk, membuat capital outflow di pasar saham,” kata Ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail kepada CNBC Indonesia, dikutip Minggu (9/2/2025).
Terpisah, Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Situmorang tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga menjadi perhatian bagi para investor asing.
Dia mengatakan para investor melakukan profit taking karena sudah dapat memperkirakan potensi nilai pembagian dividen serta keuntungan modal, berkaca dari pergerakan mata uang garuda.
“So far, profit taking pasca-rilis laporan keuangan FY2024 untuk sebagian emiten, sehingga investor sudah dapat memperkirakan potensi dividen, maupun potensi capital gain, seiring perkiraan dari pergerakan nilai tukar Rupiah ke depan. Hal ini tentunya menjadi perhatian investor asing,” kata Hosianna kepada CNBC Indonesia.
Sementara itu rupiah terpantau menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam sepekan terakhir, ditopang oleh rekornya cadangan devisa Indonesia pada Januari 2025.
Melansir dari Refinitiv, rupiah menguat 0,15% secara point-to-point (ptp) terhadap dolar AS. Rupiah berbalik arah ke zona positif setelah pada pekan sebelumnya melemah sebesar 0,77%.